Seorang warga Prancis menawar mukena ajaib istri Ponimin seharga Rp 100 juta. Ponimin menolak kalau mukena yang menyelamatkan keluarganya dari awan panas itu, dikultuskan. Menurutnya, yang menyelamatkan seseorang adalah salatnya, bukan mukenanya.
“Iya, kemarin memang ada orang Perancis yang datang kesini. Dia mau membeli mukena istri saja, katanya Rp 100 juta,” ujar Ponimin, warga Dusun Kinahrejo yang disebut-sebut sebagai penerus Mbah Marijan menjaga Gunung Merapi. Hal ini dikatakan Ponimin saat dihubungi detikcom, Minggu (31/10/2010).
Namun Ponimin dan istrinya tidak tergiur dengan uang. Ia menolak tawaran itu.
Ponimin bercerita, bukan hanya warga Perancis saja yang menawarnya. Sebelumnya, seorang dari Jakarta pun berminat memiliki mukena itu, dan hendak menebusnya dengan harga Rp 40 juta.
“Saya dan istri saya mungkin akan memberikan mukena secara gratis tidak perlu diganti uang atau apa, kalau memang kami menemukan orang yang pas. Dalam artian, mukena ini, dipakai dengan baik, digunakan salat, dan untuk menyiarkan syiar islam.
Tapi kalau dibeli ratusan juta, terus disimpan atau dijadikan pajangan tidak akan kami kasih,” kata Ponimin dengan nada tenang.
Ponimin menolak jika mukena itu dikultuskan. Menurutnya, mukena hanyalah simbol dan perlambang salat. Karena itu harus digunakan sesuai fungsinya.
“Tidak ada yang spesial dari mukena ini. Setiap mukena atau sarung asal dipakai salat yang benar, dipakai syiar islam sesuai dengan tuntunan, pasti bisa menyelamatkan kita. Tidak hanya dari wedhus gembel atau awan panas, tapi juga dari api neraka,” jelas laki-laki yang dituakan di kampungnya ini.
Saat ini Ponimin masih berada di rumah dr Ana Ratih Wardani, dokter yang merawat luka bakar Ponimin dan istrinya, di Dusun Ngentak, Desa Unggulmartani, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Sleman, Yogyakarta.
“Kondisi kaki sudah Alhamdulilah membaik, luka sudah kering,” sebut Ponimin.
Ponimin dan 6 orang anggota keluarganya selamat dari awan panas yang disemburkan Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober 2010 lalu. Saat itu, mereka berlindung dengan menutupi seluruh anggota keluarga denga satu mukena milik istrinya.
“Yang ajaib, mukena yang buat tudungan itu dan hanya buat salat itu, bisa untuk nutup kita bertujuh. Semuanya anak dan istri saya di tangan kanan kiri semuanya megang Alquran,” kata Ponimin saat itu.
Sebelum datang awan panas, saat itu semua pintu rumah Ponimin terbuka, sehingga dia bisa jelas melihat istrinya tengah mengaji. Ketika magrib datang, dia melihat istrinya berbicara dengan seseorang.
Ponimin mendengar suara, istrinya berucap, “Jangan Mbah, jangan Mbah,” terang Ponimin menirukan suara istrinya, Yati. Rupanya, sosok gaib yang berbicara dengan istrinya itu adalah sosok laki-laki tua mengenakan batik lurik Jawa dan blangkon yang biasa mendatangi keluarga mereka. Lelaki tua itu berucap hendak menghancurkan Yogyakarta. Mendengar ucapan istrinya, lelaki tua itu marah.
“Lalu saya melihat asap dan api mengejar istri saya, dan saya masuk ke dalam. Istri saya kemudian tudungan dengan mukena bersama 2 anak dan menantu saya dan 2 cucu saya. Saya langsung masuk ke dalam, setelah itu tiba-tiba pintu tertutup, saya pun langsung masuk ke tudungan mukena,” jelasnya.
Di dalam tudungan mukena biasa untuk salat istrinya itu, mereka memegang Al Quran dan berzikir. Hawa panas mengitari mereka. “Saya lihat api di mana-mana,” imbuh Ponimin.
No comments:
Post a Comment