Semangat dan antusiasme para murid MA Persis 2 Bangil dalam pelatihan jurnalistik terus menyala. Kemarin merupakan hari kedua event Jurnalistik Goes to Pesantren gelaran Radar Bromo di lembaga tersebut. Peserta MA Persis diberi pengalaman baru dalam bidang editing dan politik keredaksian.
Para peserta putri ini sudah mulai berkumpul di aula sekitar pukul 08.00 WIB. Mereka kemudian diajak mendalami materi sebelumnya. Yakni, materi teknik menulis berita, artikel dan juga teknik wawancara.
Setelah itu, mereka diberi tugas kelompok untuk membuat berita langsung (straight news). Caranya, peserta diajak untuk melihat sebuah tayangan dalam slide. Isi gambar itu berupa berita, baik yang bentuknya straight news maupun features.
Pemberian tugas ini terasa nyambung dengan materi editing yang disampaikan Zahidin H Muntaha. Direktur Radar Bromo ini turun langsung untuk memandu peserta. Proses editing ini penting disampaikan agar mendapatkan sebuah tulisan yang enak dibaca.
"Di balik sebuah tulisan yang enak dibaca terdapat editor (redaktur) yang hebat.
Di balik buku best seller, pastilah ada editor yang hebat pula. Ringkasnya, tidak ada penulis yang bisa bekerja tanpa editor yang baik," kata Zahidin mengawali materinya.
Usaha untuk membangun komunikasi dengan peserta tetap dilakukan. Para peserta juga diajak untuk mencermati hasil karya dari pembuatan berita. Hasil karya kelompok tertentu, kemudian diedit oleh kelompok yang lain. Usaha untuk berkompetisi mendapatkan tulisan yang enak dibaca ini dilakukan dengan cara mengetik di laptop secara langsung.
Saat itu, berita yang dibuat peserta tentang penemuan bayi di wilayah Gempeng, Bangil. "Membuat berita jangan terlalu panjang kalimatnya. Jangan membuat pembaca malah sakit paru-paru, karena baca tulisan kita," ungkapnya.
Caranya? Menurutnya, tulisan yang dibuat peserta diharapkan kalimatnya tidak lebih dari lima kata. "Kalaupun terpaksa, maka dalam satu kalimat jangan lebih dari 10 kata. Ini biar membantu tulisan anda enak dibaca," imbuhnya.
Upaya peserta untuk menggali lebih dalam soal editing terlihat dalam sesi tanya jawab. Sebanyak lima peserta mengajukan diri untuk bertanya. "Apakah seorang editor itu harus ahli bahasa," tanya Nana, salah satu peserta.
Dila, peserta lainnya menimpali pertanyaan berbeda. "Berapa lama dibutuhkan untuk mengedit berita"?
Untuk masalah ini, Zahidin menjawab. "Bisa ya, bisa juga tidak. Seorang editor bisa dari ahli bahasa. Tapi, bisa juga tidak. Yang terpenting, editing bisa melakukan kegiatan editing secara benar," tegasnya.
Pemateri kelahiran Lamongan Jatim ini kemudian menjelaskan soal kegiatan editing secara benar. Di antaranya, editor bertugas memperbaiki kesalahan-kesalahan faktual. Lalu, menghindari kontradiksi dan mengedit berita untuk diperbaiki.
Berikutnya, memperbaiki kesalahan ejaan (tanda baca, tatabahasa, angka, nama, dan alamat). Dan menyesuaikan gaya bahasa dengan gaya surat kabar bersangkutan. Mengetatkan tulisan. Artinya, meringkas beberapa kalimat menjadi satu atau dua kalimat yang memiliki kejelasan makna serupa.
Sementara, soal waktu mengedit, menurutnya tergantung dari naskah yang akan diedit. Jika naskah (berita) nya bagus dan enak dibaca, maka editing hanya perlu waktu beberapa menit. "Kalau pas dilihat, beritanya sudah mendekati sempurna, ya sudah cukup satu menit. Tapi, ada juga yang sampai satu jam. Karena beritanya masih memerlukan perbaikan," tegasnya.
Mendekati pukul 13.00 WIB, materi mulai diakhiri. Namun, pemateri memberikan motivasi, jika lulusan pesantren adalah lulusan yang hebat. Mereka dibekali keilmuan. Baik agama maupun umum. Dan yang terpenting, kehebatan seseorang bisa diaktualisasikan dengan bentuk tulisan.
"Masa-masa kejayaan Islam dulu dipenuhi para tokoh. Dan mereka banyak menghasilkan buah pemikiran hebatnya, karena rajin menulis. Maka di kemudian hari jadilah kalian para santri dan santriwati yang hebat pula," harap Zahidin yang kemudian disambut tepuk tangan.
Hari ini program Jurnalistik Goes to Pesantren di MA Persis Bangil dipungkasi dengan materi ilmu fotografi. (jawapos.com)
Para peserta putri ini sudah mulai berkumpul di aula sekitar pukul 08.00 WIB. Mereka kemudian diajak mendalami materi sebelumnya. Yakni, materi teknik menulis berita, artikel dan juga teknik wawancara.
Setelah itu, mereka diberi tugas kelompok untuk membuat berita langsung (straight news). Caranya, peserta diajak untuk melihat sebuah tayangan dalam slide. Isi gambar itu berupa berita, baik yang bentuknya straight news maupun features.
Pemberian tugas ini terasa nyambung dengan materi editing yang disampaikan Zahidin H Muntaha. Direktur Radar Bromo ini turun langsung untuk memandu peserta. Proses editing ini penting disampaikan agar mendapatkan sebuah tulisan yang enak dibaca.
"Di balik sebuah tulisan yang enak dibaca terdapat editor (redaktur) yang hebat.
Di balik buku best seller, pastilah ada editor yang hebat pula. Ringkasnya, tidak ada penulis yang bisa bekerja tanpa editor yang baik," kata Zahidin mengawali materinya.
Usaha untuk membangun komunikasi dengan peserta tetap dilakukan. Para peserta juga diajak untuk mencermati hasil karya dari pembuatan berita. Hasil karya kelompok tertentu, kemudian diedit oleh kelompok yang lain. Usaha untuk berkompetisi mendapatkan tulisan yang enak dibaca ini dilakukan dengan cara mengetik di laptop secara langsung.
Saat itu, berita yang dibuat peserta tentang penemuan bayi di wilayah Gempeng, Bangil. "Membuat berita jangan terlalu panjang kalimatnya. Jangan membuat pembaca malah sakit paru-paru, karena baca tulisan kita," ungkapnya.
Caranya? Menurutnya, tulisan yang dibuat peserta diharapkan kalimatnya tidak lebih dari lima kata. "Kalaupun terpaksa, maka dalam satu kalimat jangan lebih dari 10 kata. Ini biar membantu tulisan anda enak dibaca," imbuhnya.
Upaya peserta untuk menggali lebih dalam soal editing terlihat dalam sesi tanya jawab. Sebanyak lima peserta mengajukan diri untuk bertanya. "Apakah seorang editor itu harus ahli bahasa," tanya Nana, salah satu peserta.
Dila, peserta lainnya menimpali pertanyaan berbeda. "Berapa lama dibutuhkan untuk mengedit berita"?
Untuk masalah ini, Zahidin menjawab. "Bisa ya, bisa juga tidak. Seorang editor bisa dari ahli bahasa. Tapi, bisa juga tidak. Yang terpenting, editing bisa melakukan kegiatan editing secara benar," tegasnya.
Pemateri kelahiran Lamongan Jatim ini kemudian menjelaskan soal kegiatan editing secara benar. Di antaranya, editor bertugas memperbaiki kesalahan-kesalahan faktual. Lalu, menghindari kontradiksi dan mengedit berita untuk diperbaiki.
Berikutnya, memperbaiki kesalahan ejaan (tanda baca, tatabahasa, angka, nama, dan alamat). Dan menyesuaikan gaya bahasa dengan gaya surat kabar bersangkutan. Mengetatkan tulisan. Artinya, meringkas beberapa kalimat menjadi satu atau dua kalimat yang memiliki kejelasan makna serupa.
Sementara, soal waktu mengedit, menurutnya tergantung dari naskah yang akan diedit. Jika naskah (berita) nya bagus dan enak dibaca, maka editing hanya perlu waktu beberapa menit. "Kalau pas dilihat, beritanya sudah mendekati sempurna, ya sudah cukup satu menit. Tapi, ada juga yang sampai satu jam. Karena beritanya masih memerlukan perbaikan," tegasnya.
Mendekati pukul 13.00 WIB, materi mulai diakhiri. Namun, pemateri memberikan motivasi, jika lulusan pesantren adalah lulusan yang hebat. Mereka dibekali keilmuan. Baik agama maupun umum. Dan yang terpenting, kehebatan seseorang bisa diaktualisasikan dengan bentuk tulisan.
"Masa-masa kejayaan Islam dulu dipenuhi para tokoh. Dan mereka banyak menghasilkan buah pemikiran hebatnya, karena rajin menulis. Maka di kemudian hari jadilah kalian para santri dan santriwati yang hebat pula," harap Zahidin yang kemudian disambut tepuk tangan.
Hari ini program Jurnalistik Goes to Pesantren di MA Persis Bangil dipungkasi dengan materi ilmu fotografi. (jawapos.com)
No comments:
Post a Comment